Budaya Makan Sirih dan Pinang.
Bangsa yang besar seperti Indonesia ini tentu akan kaya
dengan berbagai budaya daerah. Karena dengan banyaknya suku yang ada. Daerah yang
satu dengan daerah yang lain punya istiadat yang berbeda pula tentang makanan,
pakaian, atau apa saja yang mereka punya di daerah itu, yang dapat
memperkaya kasanah budaya bangsa ini.Suatu daerah sudah pasti memiliki tradisi
dan adat-istiadat yang berbeda dengan daerah lainnya. Contohnya Kebiasaan makan
sirih dan pinang (Areca catechu L) sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat
Indonesia. Tepatnya sekitar abad ke-6 masehi. Kebiasaan tersebut sudah dikenal
oleh masyarakat di Kalimantan sejak lama, tepatnya pada abad ke-9 sampai ke-10
Masehi. Hal tersebut kemudiaan menyebar keseluruh pulau Kalimantan tertuama di
Kalimantan Tengah. Masyarakat Kalteng pada umumnya juga sangat menggemari makan
sirrih pinang. Orang tua sampai ke anak-anak menggemarinya. Namun kebanyakkan
adalah orang tua paruh baya sampai kepada kakek-nenek sangat menyukai makanan
yang satu ini..
Biasanya untuk nenek-kakek, mungkin tidak kuat lagi untuk mengunyah sirih
pinang maka hal tersebut dapat dilakukani dengan cara ditumbuk terlebih dahulu
menggunakan semacam lesung kecil dan penumbuk sampai kira-kira semua bahannya
sudah hancur baru dikelurkan lalu dimakan. Warna bibir seseorang yang makan
sirih pinang berwarna merah ini karena percampuran antara daun sirih, pinang,
kapur, gambir dan sedikit tembakau. Residunya berupa ludah yang berwarna merah
dan sisa-sisa serat dari buah pinang. Pecandu memamah sirih pinang punya
sensasi tersendiri setelah makan sirih pinang. Memamah sirih pinang tidak
mengenal waktu, kegiatan tersebut dapat dilakukan pagi, siang, sore bahkan pada
malam hari. Sama halnya dengan pecandu rokok yang tidak mengenal waktu untuk
menikmati rokok. Sirih adalah tanaman tropis yang tumbuh di Madagaskar, Timur
Afrika, dan Hindia Barat. Jenis sirih yang terdapat di Semenanjung Malaysia ada
empat jenis, yaitu sirih Melayu, sirih Cina, sirih Keling, dan sirih Udang.
Sementara pinang berasal dari tanah Malaya (Malaysia).
Untuk pecandu berat sirih pinang biasanya cara untuk mengatasinya dengan cara
membawa perlengkapan dalam suatu tempat yang dapat terbuat dari anyaman rotan,
kaleng, tas pinggang, dan lain-lain. Semua perlengkapan dimasukkan kedalam
wadah tersebut berupa daun sirih, pinang yang sebagian sudah di belah, kapur,
daun atau getah gambir, tembakau. Hal tersebut yang menjadi kebiasaan yang
berkembang di masyarakat Kalimantan, baik daerah kota sampai ke daerah
pedalaman, masyarakat biasa sampai para pejabat pemerintahan, tua muda
mengemarinya.
Apakah makan sirih dan pinang memiliki efek negatif? Sebenarnya makan sirih dan
pinang sama halnya dengan kebiasaan minum kopi, teh atau mengisap rokok. Pada
mulanya setiap orang yang menginang (makan sirih dan pinang) tidak lain untuk
penyedap mulut. Kebiasaan ini kemudian berlanjut menjadi kesenangan dan terasa
nikmat sehingga sulit untuk dilepaskan. Kebiasaan menginang di samping untuk
kenikmatan juga berfungsi sebagai obat untuk merawat gigi, terutama agar gigi
tidak rusak atau berlubang. Fungsi menginang yang lain yaitu menyangkut tata
pergaulan dan tata nilai kemasyarakatan. Hal ini tercermin dari kebiasaan
menginang, hidangan penghormatan untuk tamu, sarana penghantar bicara, sebagai
mahar perkawinan, alat pengikat dalam pertunangan sebelum nikah, untuk menguji
ilmu seseorang, dan sebagai pengobatan tradisional. Bahkan menginang juga
digunakan sebagai upacara dan sesaji yang menyangkut adat istiadat serta
kepercayaan dan religi masyarakat.
Tamu biasanya disuguhi sirih pinang dulu dalam bertamu. Hal tersebut merupakaan
suatu kehormatan dan tamu wajib untuk mencobanya. Barulah kopi, teh atau
makanan lain yang disuguhkan setelah makan sirih pinang. Kebiasaan-kebiasaan
memamah sirih pinang selain dalam kehidupan sehari-hari dapat kita temui juga
dalam hal-hal berikut:
1.Hidangan Penghormatan
Hal ini tergambar dalam kebiasaan-kebiasaan menginang bersama, hidangan penghormatan
untuk tamu, hidangan atau sarana pengantar bicara dan lain-lain. Kebiasaan ini
terjadi dalam masyarakat dahulu hingga sampai saat ini pada masyarakat kota dan
pedalaman tidak meninggalkan budaya ini dalam kehidupan mereka.
2.Acara-acara Adat
Dalam upacara-upacara adat juga sirih pinang tidak bisa ditinggalkan dalam
kehidupan masyarakatnya. Misalnya dalam upacara tiwah, deder kandayu, karungut,
balian, nyangiang, mapas lewu, upacara pisek, pakaja panganten, dan waktu-waktu
lainnya. Kebiasaan tersebut tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan masyarakat.
Ini digunakan untuk mempererat tali persaudaraan masyarakatnya. Bahkan sirih
pinang juga selalu ada pada setiap sesaji yang diberikan bagi arwah-arwah nenek
moyang dalam sebagian acara seperti diatas.
3.Acara Pertunangan/Perkawinan
Sebelum perkawinan ada upacara yang dikenal dengan pertukaran cincin
(pertunangan). Menyiapkan perlengkapan sirih dan pinang dan perlengkapan
lainnya merupakan suatu kewajiban dan harus ada bagi para tamu dan undangan yang
hadir. Ini merupakan waktu-waktu yang special untuk makan ssirih dan pinang
secara bersama-sama. Begitu juga pada saat perkawinan tiba hal tersebut
merupakan makanan wajib yang harus ada disiapkan untuk para tamu. Seandainya
tidak ada maka ada perasaan yang kurang puas dalam hati dari yang punya
acara/kegiatan.
Jelaslah bahwa budaya menginang pada masyarakat Kalimantan sudah menjadi budaya
yang tidak mengenal umur, ras, pangkat, golongan. Hal tersebut menjadi
kebiasaan yang mengakar kuat dalam masyarakat sehingga dapat mempererat tali
persaudaraan dalam keseharian kehidupan masyarakatnya. Kebiasaan ini harus
tetap dijaga dan dilestaarikan asalkan tidak merugikan orang lain…..
source: http://senibudaya12.blogspot.com/2012/05/sirih-dan-pinang-nginang.html